Share

Bagi seorang pemasar, memutar otak setiap hari, setiap jam dan setiap detik untuk menawarkan suatu produk atau jasa adalah hal biasa. Yes! karena faktanya hanya 3 dari 100 iklan yang mampu membuat konsumen memakai produk/jasa yang diiklankan.

Era pemerataan internet pada tahun 2000 diharapkan dapat menjawab kekhawatiran para pengusaha terhadap ketidakpastian pasar dunia yang digambarkan dengan teori VUCA (Volatillity, Uncertainty, Complexity & Ambiguity). Harapan itu muncul ketika tim pemasar mulai mampu menjangkau lebih banyak dan lebih cepat melalui jaringan internet yang ada. Saat itu semua percaya bahwa semakin kita bisa memanfaatkan internet maka kita sangat bisa menguasai pasar dunia.

Salah satu pemicunya adalah ketika Google Ads mulai diperkenalkan pada bulan Oktober 2000. Saat itu revolusi periklanan lahir, setiap perusahaan dapat melihat setiap jangkauan hingga impresi dari setiap iklan hanya melalui satu dashboard yang disediakan. Ya, harapan akan perbaikan itu nyata, ada didepan mata.

Paradoks baru itu bernama BANI

Revolusi periklanan membuat pemasar kian masif dan aktif, tahun demi tahun semua beralih ke periklanan berbasis internet. Mulai dari pengusaha kecil, sedang hingga besar, semua bersaing dalam wadah yang sama, yaitu media sosial. Wadah yang dulu menyenangkan kini penuh dan sesak dengan produk yang dijual. Tak ayal semua sepakat kondisi ini akan memunculkan lagi ketidakpastian pasar di masa mendatang.

Source: https://reputationtoday.in/

Source: https://reputationtoday.in/

Pada tahun 2017, teori BANI (Brittle, Anxious, Nonlinear, dan Incomprehensible) mulai muncul dan dibahas oleh beberapa pakar ekonom dunia, namun tidak ada momen yang menguatkan sehingga teori itu banyak ditinggalkan. Selang 2 tahun berjalan, pandemi Covid-19 merubah segalanya, teori yang dulu ditinggalkan kini terbuktikan. Banyak orang tidak menduga dan tidak bersiap, segala hal yang sudah direncanakan pun tidak dapat direalisasikan, semua sepakat bahwa pandemi mengubah segalanya.

Kisah yang Membuka Jalan

Apa hubungannya BANI dengan kondisi pasar hari ini? menurut saya sangat berhubungan dan bahkan menggambarkan. Keadaan ini merubah pola konsumsi dan kepercayaan produk akan sebuah merek. Contohnya saja, saat ini mayoritas masyarakat sangat sulit loyal terhadap sebuah merek, mereka cenderung lebih mencari merek atau produk yang benar-benar esensial untuk hidupnya. Mereka terlihat lebih mudah menolak atau berpindah ketika suatu produk/jasa tidak lagi satu value dengan dirinya. Hal ini menggambarkan bahwa semakin Incomprehensible (Sulit dipahami)-nya sebuah pasar.

Merangkum dari beberapa masukan strategi Agency Periklanan di Indonesia, bahwa dari dulu sampai sekarang, ternyata kekuatan kisah sangat mampu membuat iklan kita diterima oleh konsumen. Melalui kisah yang tepat, konsumen dapat percaya dengan kita, tertarik dengan produk kita dan mau mendapatkan produk kita.

Berikut 3 (tiga) hal penting yang perlu diperhatikan ketika kita mulai membuat kisah dalam pemasaran produk kita, yaitu:

  1. Kisahnya Menarik.
    Kisah kita harus menjadi pintu pembuka dan pembeda agar dipilih dari banyaknya iklan yang muncul. Pada tahap ini pastikan iklan kita bisa membuat masyarakat mengucap kata: Ih lucu banget ya, keren nih, wah sedih banget, gokil ga ketebak, dan lainnya

  2. Kisahnya Relevan.
    Merek si pembuat iklan akan mudah dilakukan ketika kisahnya hanya menarik saja. Apa yang mereka lakukan setelah itu? ya scroll lagi, cari konten yang menarik lagi dan lupakan yang sebelumnya. Sedih ya? Oleh karena itu, pada poin ke-2 ini kita harus memastikan iklan kita memiliki kisah yang relevan. Cukup sulit sebetulnya, namun kita dapat upayakan dengan melakukan ujicoba (A/B Testing), kita dapat melihat mereka yang cocok itu menyampaikan: wah gue banget nih, waduh jangan sampe deh kejadian, haha ini cocok buat temen gue, ngakak keluarga dirumah kaya gitu, wah seru nih kalau dicoba dan lainnya.

  3. Kisahnya singkat, padat dan jelas call-to-actionnya.
    Ketika kita berhasil memenghadirkan kisah yang relevan, kita perlu mengakhiri iklan dengan hal yang penting bagi konsumen.

    Faktor kuncinya, bagaimana membuat mereka (1) Yakin dan (2) Mau bertindak untuk produk kita. Pastikan iklan yang kita sampaikan singkat dan padat, tidak bertele-tele namun menggiring cerita sampai selesai.

    Stopping power dapat dan alur cerita menarik akan membawa konsumen melihat sampai akhir, dan tutup dengan konten yang mudah diingat (memorable). Contoh respon yang dapat menunjukan keberhasilan tahap ini adalah: beneran ya bisa gitu?, istri/suami aku harus tau nih, share ah, pasti dia perlu produk ini, mau nih, beli dimana ya?, download ah aplikasinya, nanti harus nih berkunjung kesini, mampir sekarang ah kesana dan lainnya.

Catatan: Sebelum membuat iklan, pastikan kita menyiapkan kemudahan akses atau jangkauan terhadap produk kita, karena jika iklan kita berhasil namun ternyata produk/jasanya sulit dijangkau, maka disitulah peluang kompetitor kita yang menang.

Menjual dengan Kasih itu Advokasi Terbaik

Pada buku “Contagious” karya Jonah Berger, ada satu hal yang menarik untuk saya bahas disini, yaitu cerita mengenai riset bahwa Layanan Pelanggan yang bagus lebih baik daripada Iklan apapun. Cerita itu sejalan pada tulisan ini, iklan hanya sebatas mengantarkan produk kedalam benak konsumen, keputusan membeli masih perlu satu tahapan lagi, yaitu Advokasi. Proses dimana kita memerlukan alasan penguat agar kita benar-benar yakin membeli, dan alasan yang tidak bisa ditolak itu adalah cerita pribadi dari rekan/relasi atas kepuasan menggunakan produk atau layanan yang kita miliki.

Mendapatkan rekomendasi yang datang dari hati konsumen itu bukanlah hal yang mudah. Sudah terlalu banyak perusahaan yang membagikan uangnya untuk membuat para advokat bayaran a.k.a endorser. Namun ada hal yang tidak bisa tergantikan, yaitu pelanggan yang puas, pelanggan yang akan bercerita pengalaman dan kebahagiaan langsung dari hatinya. Semua sepakat, cerita dari hati itu tidak akan tertolak, vibrasinya sama dan akan dirasakan oleh lawan bicara.

Oleh karena itu, inti dari sebuah pemasaran adalah bukan hanya tentang banyaknya kisah yang bisa kita ceritakan, namun sebuah kasih pada produk kitalah yang menyempurnakan, niscaya doa dan kepuasan konsumen itulah yang akan membawa kita ke konsumen-konsumen baru lainnya.

Penulis: Raden Nanda Teguh